“Satu prinsip yang selalu saya pegang bahwa ketika kita bekerja dengan sungguh-sungguh dengan niat yang tulus, insya Allah, Tuhan akan membantu aktivitas kita. Selain itu juga saya selalu menanamkan dalam diri saya untuk membuat sejarah dalam setiap gerak langkah kita.”
-- Irwan
Akib --
(Rektor
Unismuh Makassar)
----
Dr M Irwan Akib
MPd:
Kampus Adalah
Rumah Kedua
Masih tergolong muda, Dr M Irwan Akib
MPd, sudah menjabat Rektor Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar. Usianya
ketika terpilih menjadi rektor baru 41 tahun. Tahun 2008 ini, ia terpilih
kembali menjabat rektor empat tahun ke depan. Sebelumnya, ayah enam anak itu
menjabat Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Pembantu Rektor
I.
Sebagai kader Muhammadiyah, pria
kelahiran Parepare, 2 Agustus 1963, pernah menjabat Ketua Korkom IMM IKIP Ujung
Pandang (1985), Wakil Bendahara DPD IMM Sulselra (1987-1989), Sekretaris Umum
DPD IMM Sulsel (1989-1991), Ketua Umum PW Pemuda Muhammadiyah Sulsel
(1998-2002), dan sekarang Wakil Ketua Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah PWM
Sulsel (2005-2010).
Bagaimana suka dukanya selama empat
tahun ke depan serta bagaimana tanggapan isteri dan anak-anaknya karena dirinya
jarang di rumah, berikut penuturan beliau.
Pertama yang saya ingin katakan bahwa
sebelum diamanahkan sebagai rektor untuk periode 2004-2008 pengganti antarwaktu
(21 Juni 2005), sebelumnya saya terpilih sebagai Dekan FKIP periode 2004-2008,
selanjutnya terpilih sebagai Pembantu Rektor I juga periode 2004-2008. Jadi
dalam satu tahun saya dipercayakan 3 posisi penting di Unismuh Makassar. Dan
ketika itu saya juga masih dalam proses penyelesaian studi S-3 Pendidian
Matematika di Unesa Surabaya.
Dalam mengemban amanah ini saya merasa
berbagai hal yang mungkin bagi orang posisi ini merupakan posisi yang sangat
empuk dan sangat prestisius. Namun bagi saya ini amanah yang sangat berat,
sehingga di awal menerima amanah ini saya menyampaikan pidato iftitah pada saat
pelantikan bahwa kursi rektor ini bukanlah kursi empuk yang dapat membuat saya
tidur nyenyak dan terlena.
Saya juga merasakan bahwa di awal
periode saya, berbagai spekulasi yang muncul dan beredar, termasuk spekulasi
dalam diri saya. Dalam diri saya sendiri terbelah menjadi dua kutub: satu kutub
keraguan, dan satu kutub optiomisme.
Tidak sedikit yang meragukan kemampuan
saya mengemban amanah ini, tetapi di sisi lain khususnya teman-teman yang kenal
saya dan lebih khusus di kalangan angkatan muda Muhammadiyah (AMM), menaruh
rasa optimis terhadap diri saya.
Situasi ini saya manfaatkan dengan baik
untuk memberikan jawaban terhadap kedua kutub yang berbeda tersebut. Saya tidak
menjawabnya dengan kata-kata, tetapi saya mencoba beraktivitas dalam rangka
mengemban amanah ini.
Alhamdulillah semua terjawab melalui
kerja nyata. Sebab satu prinsip yang selalu saya pegang bahwa ketika kita
bekerja dengan sungguh-sungguh dengan niat yang tulus, insya Allah, Tuhan akan
membantu aktivitas kita. Selain itu juga saya selalu menanamkan dalam diri saya
untuk membuat sejarah dalam setiap gerak langkah kita.
Perlu juga saya sampaikan bahwa saya
pernah diberi amanah sebagai pimpinan IMM dan pimpinan Pemuda Muhammadiyah
Sulsel. Ketika itu, kami menjalankan amanah sebagai pimpinan AMM tanpa
fasilitas. Oleh karena itu, ketika amanah sebagai rektor saya terima, saya
tanamkan dalam diri saya: “Kalau mempimpin AMM tanpa fasilitas saya mampu,
kenapa sebagai rektor dengan berbagai fasilitas saya tidak mampu?” Makanya saya
optimis bahwa saya bisa.
Suka-duka
Banyak suka dan duka yang saya alami
selama empat tahun menjabat rektor. Perguruan tinggi merupakan lembaga yang
unik, PT bukan jawatan pemerintah, bukan perseroan, bukan LSM.
Kampus adalah tempatnya para intelektual
berkumpul dengan berbagai pemikiran yang mereka miliki. Perguruan tinggi
mempunyai tugas menyiapkan sumber daya insani yang mumpuni, sekaligus
menghasilkan penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat.
Oleh karena itu, dalam pengelolaannya
juga memerlukan suatu kemampuan tersendiri yang unik dan berbeda dengan lembaga
lainnya, sehingga kedua tugas pokok tersebut dapat berjalan dengan baik.
Sebagai pimpinan perguruan tinggi
Muhammadiyah (PTM) yang bernaung di bawah bendera persyarikatan muhammadiyah,
kedua tugas tersebut di atas belum cukup, sebab PTM juga berfungsi sebagai
lembaga perkaderan. Oleh karena itu juga dibutuhkan suatu pola tersendiri
sehingga di PTM dapat lahir kader-kader yang dapat mengemban tugas dakwah.
PTM juga merupakan suatu lembaga
perguruan tinggi swasta (PTS). PTS yang ingin tetap eksis ke depan di samping
harus menjalankan fungsi-fungsi di atas juga harus menyiapkan sumber dana.
Dan sumber dana tersebut tidak bolah
hanya mengandalkan pendanaan dari mahasiswa. Oleh krena itu seorang pimpinan
PTM/PTS juga harus melakukan inovasi sehingga menyediakan sumber dana lain
selain dari mahasiswa.
Fenomena-fenomena tersebut memerlukan
kemampuan ekstra sehingga seorang pimpinan PTM/PTS harus mampu melakukan inovasi
dan berkreasi sedemikian rupa sehingga lembaga tetap eksis dan dapat dipercaya
oleh masyarakat.
Memimpin PTM/PTS membutuhkan waktu 1x24
jam, dalam artian setiap gerak langkah kita, setiap nafas kita harus nafas
PTM/PTS. Bahkan saya sering katakan bahwa mimpi-mimpi kita pun harus mimpi
tentang Unismuh
Di kalangan dosen Unismuh Makassar saya
masih terbilang yunior dan banyak teman yang lebih senior dari saya. Tentu ini
memiliki dinamika tersendiri, ketika saya harus memimpin orang-orang yang lebih
senior dari saya.
Saya harus memimpin sekian banyak
kepala, dan dalam pikiran saya setiap kepala memiliki isi yang berbeda-beda.
Oleh karena itu diperlukan suatu seni tersendiri bagaimana menyamakan isi
kepala setiap orang, sehingga bisa seiring seirama dalam mengamban amanah ini.
Hal yang paling menggembirakan bagi saya
apabila ada mimpi-mimpi saya terhadap kampus ini yang terwujud dalam realitas.
Tetapi saya paling berduka ketika mimpi-mimpi saya tidak dapat terwujud.
Saya mungkin termasuk orang yang suka
bermimpi tentang kampus ini, dan saya rasakan kadangkala mimpi-mimpi saya
tersebut tidak dapat ditangkap dalam pikiran orang. Oleh karena itu untuk
mewujudkan mimpi-mimpi tersebut saya harus berusaha memberikan penjelasan
kepada teman-teman.
Saya juga merasakan bahwa memang tidak
semua mimpi-mimpi saya terhadap kampus ini dapat diterima dengan baik, bahkan
mungkin kadang dianggap sebuah ide gila yang tidak mungkin terwujud. Hanya
pantas hadir sebagai buah tidur. Namun demikian saya tetap optimis bahwa suatu
saat mimpi itu akan menjadi suatu realita.
Kebersamaan, kesungguhan, dan keikhlasan
merupakan kunci yang perlu dipegang dalam mengemban amanah.
Tanggapan
Keluarga
Sebelum saya sampaikan tanggapan
keluarga terhadap kesibukan saya, saya ingin katakan bahwa setiap proses
pemilihan yang saya ikuti di kampus ini saya tidak pernah memberi tahu kepada
istri dan anak-anak saya. Mereka mengetahui setelah saya terpilih.
Ketika muncul di koran bahwa saya
terpilih sebagai rektor periode 2004-2008, barulah istri dan anak-anak saya
tahu. Itupun mereka mengetahui melalui koran.
Yang pertama terucap dari mulut anak
saya ketika itu adalah : “MUSIBAH”. Kenapa mereka berucap begitu, karena anak
saya tahu bagaimana bapaknya ketika diberi amanah. Dia mengatakan belum rektor
saja, bapak sudah jarang cepat pulang ke rumah, apalagi kalau bapak sudah jadi
rektor, pasti kampus menjadi rumahnya. Karena bagi saya, kampus adlah rumah
kedua.
Walaupun ucapan itu keluar dari mulut
anak saya, tetapi mereka tetap mendukung setiap aktivitas yang saya lakukan,
suatu hal yang saya rasakan dari anak-anak saya, dan suatu hal penting yang
saya syukuri bahwa istri dan anak-anak saya sangat mendukung aktivitas saya.
Ketika waktu saya 1x24 jam habis untuk
kampus ini, istri dan anak-anak saya dapat memahaminya dengan baik, bahkan
kadang kala merekalah yang mengingatkan saya bila lalai terhadap amanah ini.
Sekedar untuk diketahui, anak-anak saya
sering mengingat agar dapat mengemban amanah ini dengan baik. Dan saya
bersyukur bahwa anak-anak saya enggan memanfaatkan fasilitas yang diberikan
kepada saya. Mereka memahami betul bahwa fasilitas kampus yang dititipkan
kepada saya adalah dalam rangka memperlancar tugas-tugas saya.
Sekadar contoh: mobil yang saya gunakan,
oleh anak-anak saya dipahami itu bukan mobil bapaknya tetapi mobil kampus yang
dipinjamkan kepada bapak. (asnawin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar